Sabtu, 31 Mei 2014

Resensi dan Ringkasan Novel Takbir Cinta di Jabal Rahmah

Nama   : Rose Iman Sari
Kelas   : 3EA17
NPM  : 16211462





Resensi Novel Takbir Cinta di Jabal Rahmah

Rencana indah Allah untuk Meisya






Novel ini merupakan novel islami yang menceritakan tentang seorang gadis mualaf, bernama Meila dan Meisya. Mereka adalah kakak beradik. Meila dan Meisya mengalami kecelakaan setelah mereka wisuda sehingga merenggut kedua mata Meila dan melumpuhkan kaki Meisya. Bagaimanakah kisah mereka berdua menjalani cobaan Allah dan sampai akhirnya menemukan seberkas cahaya? Silahkan baca ringkasan novel islami ini.



RESENSI
Judul novel                   : Takdir Cinta di Jabal Rahmah
                                       (Rencana indah Allah untuk Meisya)
Pengarang                   : Roidah
Penerbit                       : Kaysa Medisa
Tahun Terbit                 : Mei - 2014
Kota Terbit                   : Jakarta
Jumlah halaman          : iv + 200 hlm
Kategori                       : Romance
No.ISBN                      : 978-979-1479-80-6

Sinopsis
Mungkinkah dua gadis cacat, satu lumpuh dan satu buta, mendapatkan kebahagiaan sebagaimana layaknya gadis normal lainnya? Menikah dengan lelaki tampan nan hampir sempurna?

Kisah ini berawal dari musibah yang menimpa dua gadis cantik di saat puncak kebahagiaannya. Peristiwa itu begitu memupus harapan mereka. Ungkapan protes sempat muncul dari mulut mereka. Namun, ternyata Allah punya rencana yang indah untuk hidup mereka.

Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan sang Mahacinta. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca dan menemukan rahasia indah Allah untuk hidup umatnya.

Kelebihan
   1.   Sampul buku terlihat menarik dan islamiah dengan gambar unta dengan latar  Jabal Rahmah.
   2.   Gambar sampul sesuai dengan isi dan judulnya yaitu di Jabal Rahmah.
   3.   Bagian belakang sampul terdapat sinopsisnya yang memudahkan pembaca  mengetahui isi novel keseluruhan dan menarik pembaca.
   4.   Alurnya jelas, sehingga membuat para pembaca seperti ikut merasakan suasana sesuai dengan isi cerita
   5.   Memberikan pesan moral yang baik yaitu jangan mengeluh atas musibah  yang menimpa kita, karena dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan.
   6.   Menceritakan tentang cinta seorang pria yang tulus kepada wanita yang fisiknya tidak sempurna dan menerima apa adanya.

Kelemahan
   1.   Di dalam tersebut ada penggunaan bahasa suku Kubu yang terkadang membingungkan walaupun hampir mirip dengan bahasa Indonesia, hanya beberapa kalimat saja yang diberi penjelesan.
   2.   Nama tokoh Meisya yang dicantumkan di cover hanya sedikit diceritakan, tidak sesuai dengan bayangan pertama pembaca saat membaca covernya.

Kesimpulan
Novel ini sangat bagus untuk dibaca, banyak hal yang dapat dijadikan hikmah dan juga pelajaran dalam menjalani kehidupan ini. Banyak peristiwa yang senantiasa menjadikan anak manusia senantiasa bersyukur atas apa yang diberikan ilahi robbi. Kisah-kisah romantis antara sepasang anak manusia yang sudah halal membuat pembaca akan tergelitik.
Dari banyaknya cobaan yang menimpa manusia, maka akan diberikan gantinya oleh Allah dengan keindahan yang sangat tidak diduga-duga jika umatnya mampu melewati cobaan tersebut.

Saran
Kalimat yang digunakan seharusnya sedikit lebih disederhanakan karena mebuat pembaca berpikir lebih konsentrasi apa makna dari kalimat yang dimaksud.
  
_____________________________________________________________


RINGKASAN
Meisya dan Meila adalah kakak beradik yang jarak umurnya satu setengah tahun. Merekan kuliah di universitas yang sama. Mereka sering menghabiskan waktu bersama dan pada akhirnya juga wisuda bersama. Meisya sempat cuti dari kuliahnya sehingga ia lulus bersamaan dengan adiknya, yaitu Meila. Meisya cuti karena mencoba berkarier di dunia entertainment, namun gagal dan ia kembali melanjutkan rutinitas kampus bersama adiknya yang saat itu melanjutkan jurusan akuntansi.   Setelah mereka selesai wisuda, mereka naik mobil Ayahnya untuk merayakan kelulusannya berdua di restoran. Tiba-tiba mereka kecelakaan karena kelalaian Meila saat menyetir mobil dengan asyik bercerita tentang impian mereka setelah lulus sehingga Meila tidak menyadari ada mobil Avanza di tikungan yang berbelok ke arahnya. Suara benturan keras dan pekikan membahana memecah keramaian jalan raya. Dengan sigap para warga menolong Meila, Meisya, dan gadis pengendara Avanza. Mereka akhirnya dibawa kerumah sakit dan mengakibatkan Meila kehilangan penglihatannya, Meisya lumpuh dan hanya duduk di kursi roda, sedangkan gadis pengendara Avanza sudah sembuh dan bisa beraktivitas kembali setelah beberapa minggu dirawat dirumah sakit yang sama dengan Meisya dan Meila.
Semenjak kecelakaan itu, mereka merasa Allah tidak adil telah menghukum mereka atas musibah ini. Meila  melalui hari-hari dirumah sangat berat, ia baru merasakan sulit menjalani kehidupan dengan penglihatan yang tidak normal. Berbeda dengan Meila, Meisya terlihat sudah ikhlas menjalani hari-harinya. Keluarga Meila dan Meisya baru mualaf semenjak 6 bulan lalu. Ayah mereka yang membawa keluarga kecil ini menjadi mualaf. Pada suatu ketika Ayah mereka lembur dikantor dan mendapatkan kabar bahwa Ayah mereka telah meninggal karena penyakit pencernaan akut yang di derita Ayahnya sejak lama. Mereka pun merasa semakin marah pada Allah apa yang sesunggguhnya diinginkan Allah sehingga musibah beruntun menimpa keluarga mereka setelah kecelakaan yang menimpanya.
Perlahan, Meila mulai terbiasa dengan kondisinya. Belakangan ini, Meila menghabiskan waktu dengan menonton TV bersama kakaknya untuk menghilangkan rasa bosan yang menyelimutinya.
Dua minggu setelah wafatnya Ayah Meila dan Meisya, datanglah teman sekolah Meila saat SMA untuk menyampaikan bela sungkawanya, yaitu Ari. Ari datang kerumah Meila tidak sendirian, ia ditemani oleh kawannya yang bekerja sama-sama dibidang penyelamatan hutan, yaitu Haryo. Haryo ikut berduka atas musibah yang telah menimpa Meila dan memberikan nasihat-nasihat untuk membuat Meila bangkit. Namun Meila tidak begitu menyukai pria tersebut mengguruinya karena baru berkenalan.
Setelah kunjungan pertamanya kerumah Meila, akhirnya Haryo lebih sering kerumah Meila tanpa ditemani Ari. Seiring berjalannya waktu, Haryo mulai jatuh cinta pada Meila karena dia wanita yang berbeda dengan wanita yang pernah ia kenal sebelumnya. Meila adalah gadis yang tegar, mandiri, kuat, suka menolong orang, terlebih lagi dia adalah mualaf. Haryo banyak tahu mengenai Meila karena diceritakan oleh Ari. Menurutnya, derajatnya akan semakin tinggi dimata Allah jika dia menikahi wanita yatim dan bisa membawa wanita mualaf menjadi lebih dekat mengenal Allah.
Pada suatu hari, Haryo datang kerumah Meila untuk menyampaikan perasaannya pada Meila.
“Meila..Aku menyukaimu. Namun, Islam tidak mengenal istilah pacaran, maka aku datang hari ini untuk mengajakmu ta’aruf sebelum pernikahan. Dengan kata lain, aku berniat untuk mengenalkanmu kepada keluargaku, meski awalnya hanya perkenalan melalui foto. Atau, apabila kamu bersedia datang langsung kerumahku, aku akan sangat bahagia.” Haryo merasa sangat lega sudah mengatakan tujuan yang sebenarnya .
“Apakah Mas sudah pikirkan matang-matang?”, jawab Meila. Haryo diam. Ia mengerti ke arah mana kalimat Meila. Meila tidak merasakan cinta seperti apa yang dirasakan oleh Haryo.
Haryo tak patah arang. Semangatnya tetap bangkit untuk meyakinkan Meila. Haryo mengerti keadaan ekonomi keluarga Meila setelah wafatnya sang Ayah, dia mendapat cerita itu dari Ari. Jika Haryo menikahi Meila nanti, ia berjanji akan menanggung biaya hidup keluarga Meila. Maka dengan pertimbangan itu, Meila menerima tawaran menikah oleh Haryo. Tanpa disadari Meila, tadi Haryo telah memotret wajah Meila dan foto keluarganya di ruang tamu menggunakan kamera telepon genggamnya. Foto itu akan diperlihatkan pada orangtuanya. Haryo sudah tidak sabar menunjukkan wajah lembut gadis pujaannya.
Baru saja Haryo menginjakkan kakinya dirumah, Mama sudah menanyakan tentang calon menantunya yang membuatnya penasaran. Haryo memperlihatkan foto Meila dan keluarganya yang ada di telepon genggamnya. Kemudian orangtua Haryo terkejut melihat foto tersebut. Ternyata Ibunda Meila adalah teman SMA dari Mama Haryo, namanya Hanum.  Seketika wajah orangtua Haryo Nampak sumringah. Kemudian Haryo menceritakan pada orangtuanya bahwa Meila adalah gadis yang buta. Lalu orangtua Haryo menyuruhnya untuk shalat istiqarah untuk meyakinkan keputusannya karena sang Mama ingin menantu yang fisiknya normal. Haryo yakin hati Mama bias sedikit diluluhkan oleh penjelasan Ari tentang Meila karena Mama sudah memperlakukan Ari seperti anaknya sendiri dan sangat mempercayai ucapannya.
“Kamu yakin sudah shalat istiqarah dan jawaban dari Allah adalah Meila?” kali ini Papa yang bertanya, Mama diam saja. “Ya’” jawab Haryo singkat, tegas. “Lagipula, Hanum orangnya sangat baik, Papa yakin anak-anaknya pun juga baik hati seperti dirinya,” Papa berusaha meyakinkan Mama. Haryo tersenyum bahagia. Ia sangat yakin bahwa Meila adalah jodohnya. Dan, dengan restu dari Papa dan Mama, ia merencanakan hal selanjutnya, yaitu lamaran.
Ada kegelisahan menghinggapi batin Meila, mengingat sebentar lagi ia akan memulai babak baru dalam hidupnya. Ia selalu saja khawatir terhadap Mas Haryo, lelaki yang akan dinikahinya. Benarkah dia adalah lelaki yang tepat? Demikian keraguan Meila yang terus menyeretnya dalam kegelisahan. Hari ini adalah hari yang dinanti, yaitu hari pernikahan Meila dan Haryo. Meila yang sudah siap dengan pakaian dan riasan pengantinnya pun segera keluar kamar. Meila mendengar beberapa orang berdecak kagum dengan penampilannya yang entah seperti apa. Sayang sekali, Meila tak bias melihat bagaimana wajah dan penampilannyadi hari terpenting dalam hidupnya itu. Bahkan, hingga kini Meila tidak tahu seperti apa wajah lelaki yang akan menemaninya duduk di pelaminan nanti. Biar mata buta asalkan hati tidak, biar sekeliling gelap asalkan hati bersinar dan bias menyinari sekeliling. Kalimat itulah yang membuat Meila lebih kuat dan menerima pernikahan ini tanpa banyak mengeluh. Ia ingin menyerahkan seluruh pelita hatinya untuk menerangi orang lain, terutama ibunya yang sangat bahagia ketika Meila dilamar oleh Haryo, anak dari sahabat karibnya.
Haryo mendapat tujuh hari cuti dari kantornya untuk menikmati masa pengantin barunya, meskipun sangat terlambat, dua minggu setelah hari kebahagiaan itu berlalu. Haryo tidak membiarkan waktu untuk membahagiakan Meila berlalu begitu saja. Ia segera menjadwalkan tempat-tempat yang akan mereka kunjungi, pantai, taman, mall, dan tempat-tempat wisata lainnya yang sebenarnya sudah pernah dikunjungi oleh Meila. Sayang, Meila tak dapat menikmati kebahagiaan itu seutuhnya karena tak bisa melihat indahnya dunia bersama Haryo. Sekarang hanya tersisa tiga hari untuk menikmati masa cutinya itu. Meila menolak untuk berkunjung kemana pun, dia ingin menghabiskan hari-harinya dirumah saja. Haryo tidak keberatan, baginya selama bisa didampingi Meila sudah cukup membahagiakannya. Pada suatu pagi, ketika Meila dan Haryo menyantap sarapannya, Haryo bekata pada Meila bahwa ia ingin umroh berdua. Bagi Haryo, usulan itu diyakininya akan kian mengikatkan batin Meila padanya. Sebab, mereka hanya berdua di negeri orang dan itu akan membuat ketergantungan dan keterikatan yang lebih mendalam di antara keduanya. Terlebih lagi Meila, dia pasti akan sangat membutuhkan keberadaan Haryo. Bagi Meila, usulan itu membuat dadanya bergetar. Berkunjung ke negeri orang dalam keadaan buta seperti itu pasti akan membangkitkan beragam rasa. Haryo meyakinkan Meila bahwa ia akan membimbing Meila saat umroh nanti. Haryo akan mengambil cuti tahunannya bulan depan untuk berangkat umroh.
Haryo kembali menjalankan tugas pekerjaannya, ia seorang antropolog yang ditugaskan di daerah hutan rimba di pedalaman Jambi, tepatnya suku Kubu, dia bekerja di bagian perlindungan hutan. Haryo memiliki sahabat bernama Peniti Laro. Mereka sudah bersahabat 5 tahun. Sampai suatu kejadian tragis menimpa Peniti Laro dan menyebabkan Peniti Laro mati terbunuh oleh penebang liar karena ditusuk pisau. Peniti Laro berjuang untuk mencegah penebangan liar tersebut tapi berujung kematian. Kemudian Ayah Peniti Laro memberikan bola mata Peniti Laro untuk di donorkan pada Meila, yaitu istri Haryo. Peniti Laro pernah berkata pada Ayahnya bahwa dia ingin menghadiahi bola matanya untuk istri Haryo jika ia meninggal nanti. Akhirnya Haryo menjemput Meila untuk pergi ke Jambi untuk melangsungkan operasi mata. Haryo sangat senang bahwa istrinya akan bisa melihat seperti orang normal. Namun ia juga sangat sedih karena harus kehilangan sahabatnya. Haryo menganggap mungkin ini  sudah jalan Allah yang diberikan pada istrinya walaupun ia harus kehilangan sahabatnya. Setelah operasi mata Meila berhasil, Meila begitu terkejut melihat sosok Haryo yang begitu tampan, bahkan lebih tampan dari yang ia bayangkan. Ia sangat bersyukur atas semua kebahagiaan yang diberikan Allah.
Haryo menyesali dirinya sendiri atas kepergian Peniti Laro. Ia selalu membayangkan seandainya saat itu ia ada di sisi Peniti Laro, tentu kejadian pembunuhan itu tidak akan menimpa sahabat karibnya. Kemudian, pikirannya itu mengingatkannya pada  Meila, istrinya. Apabila ia selalu ada di sisi Meila, pasti istrinya itu akan selalu aman dalam penjagaannya. Kepergian Peniti Laro menyadarkan Haryo bahwa ia harus berhenti mengembara dan menetap dirumah bersama orang yang dicintainya jika ia tak ingin kehilangan lagi. Ia tak bisa membayangkan apabila yang pergi itu Meila. Meila meminta Haryo untuk menetap di Jakarta. Permintaan istrinya itu membuat Haryo termenung karena sebenarnya ia juga menginginkan hal yang sama. Permasalahan yang belum terpecahkan ini membuat kegelisahan di hati Haryo. Namun, tiba-tiba Haryo mendapat penawaran dari Ari untuk bekerja di Jakarta. Pekerjaan itu masih satu lembaga dengan kantor Haryo, hanya divisinya saja yang berbeda. Haryo dengan senang hati menerima pekerjaan itu dan segera mengurus administrasi kepindahannya. Selama urusan administrasi masih diproses oleh kantornya, Haryo meminta cuti sepuluh hari untuk melaksanakan ibadah umroh bersama istrinya.

Tibalah saatnya Meila dan Haryo berangkat ke tanah suci. Suara isakan Meisya menyesakkan hati Meila dan membuatnya ikut meneteskan air mata. Ini pertama kali mereka akan berpisah lama. Sejak kecil, mereka tumbuh bersama dan selalu melakukan kegiatan apapun berdua. Haryo dan Meila segera meninggalkan rumah. Ibunda Meila dan Meisya memang tidak ikut mengantarkan mereka ke bandara karena Haryo tak ingin merepotkan keluarga istrinya itu. Sedangkan ditempat lain, Mama dan Papa Haryo dengan kendaraan pribadi mereka tengah siap-siap pula menuju bandara. Tentu dengan tujuan ingin melepas pengantin baru itu menyongsong bulan madu.
Tiba ditanah suci, bibir Meila dan Haryo berdecak kagum. Meila tak henti berkedip, meyakinkan diri apakah semua yang disaksikannya itu nyata, bukan mimpi. Belum pernah mereka melihat masjid semegah dan sebesar ini, wajar jika mereka terus mengaguminya.
Ada peristiwa tak terduga yang dialami Meila kali ini. Meila yang sedang memakan sepotong kue kering ala Arab tersebut dicolek pundaknya oleh seorang lelaki Arab. Betapa kagetnya perempuan itu ketika melihat lelaki Arab tinggi besar berdiri teepat dihadapannya. Dia terlihat tersenyum lebar. “Ya, Siti Rahmah, cantik sekali.” Sapanya sambil menyodorkan sepasang kalung mutiara. Meila mennggeleng karena dia sudah memilikinya. Sampai akhirnya, kedua tangan lelaki tinggi besar itu menarik ujung lengan gamisnya. Spontan perempuan itu kaget dengan kelancangan lelaki yang berusia sekitar 40 tahunan itu. Dengan sigap Haryo bergerak mendekati istrinya. Dipeluknya erat bahu mungil itu. Meila menghembuskan napas lega. Hatinya begitu terharu dengan perlakuan sang suami yang begitu sigap menjaga dirinya. Sebutan Siti Rahmah artinya adalah istri Nabi Ayub yang sangat setia dan tekun merawah suaminya ketika ditimpa penyakit kulit akut. Sapaan dengan menyebut Siti Rahmah bisa diartikan sebagai sapaan menggoda yang masih berisi unsur penghormatan pada sang perempuan. Perempuan yang dianggap suci alias baik dan terpelihara. Meila menggangguk kuat, bibirnya tersenyum tipis, puas dengan penjelasan yang dituturkan oleh kepala rombongan mereka.
Saat menjalankan umroh, Haryo selalu melindungi istrinya dari gangguan orang jahat setempat yang menggoda istrinya. Kemudian Haryo dan Meila naik unta dengan berhiaskan bunga- bunga cantik di Jabal Rahmah. Mereka sangat mesra dan mulai timbullah rasa cinta Meila kepada Haryo karena perhatian yang tulus dari sang suaminya. Di Jabal Rahmah cinta di hati sepasang pengantin baru ini semakin kuat. Saat di Jabal Rahmah mereka memanjatkan doa untuk keluarga yang ada di Jakarta. Jabal Rahmah merupakan tempat pertemuan Adam dan Siti Hawa. Banyak orang yang berdoa di Jabal Rahmah ini untuk soal jodoh. Haryo berdoa agar hati Meila ditautkan oleh Allah sampai menutup mata kelak. Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan sang Mahacinta.
Saat umroh, Haryo dan Meila mempunyai kenalan satu rombongan yang bernama Hasbi.  Pria tersebut adalah seorang dosen agama, dan belum menikah. Meila bermaksud mengenali latar belakang dan kepribadian Hasbi untuk dijodohkan dengan kakaknya, yaitu Meisya. Menurut Meila, Hasbi adalah pria yang baik untuk Meisya. Namun Meila ragu apakah Hasbi mau menerima keadaan Meisya yang lumpuh. Tapi keraguan itu ditepisnya bahwa Hasbi bukan pria yang hanya menilai wanita dari fisiknya karna Hasbi adalah pria yang shaleh. Haryo dan Meila mengundang Hasbi datang kerumah mereka setelah pulang umroh .
Jakarta yang menabur kerinduan, setidaknya itulah yang dirasakan Meila dan Haryo kini. Mereka sudah tidak sabar ingin bertemu muka dengan orang-orang terkasih di Jakarta. Mereka akan segera mengudara selama 8 jam.
“Mas, aku ingin ada sesuatu yang tetap melekat dalam diriku selama perjalanan umroh kemarin yang akan terus kubawa sampai mati” desis Meila tiba-tiba. “Apa yang kamu mau Meila?” sahut Haryo. “Entahlah, kalau benda bisa saja rusak atau hilang di Jakarta. Namun, aku tetap berterima kasih padamu telah menghadiahkan aku kalung mutiara, baju, dan souvenir lainnya khas tanah suci. Tetapi yang kali ini apa ya?” urai Meila sambil menggenggam kuat telapak tangan suami yang kini murni dicintainya. “Bagaimana kalau sebuah nama? Dia tak akan pernah rusak dan tak akan pernah hilang. Akan terus melekat walau jasad sudah berkalang tanah.” Jawab Haryo. Meila setuju dengan ide Haryo untuk memberikan nama tambahan pada Meila. Semenjak mualaf, Meila tidak memiliki nama islam. Haryo memberikan nama Siti Rahmah pada Meila karena kejadian yang terjadi saat umroh. Meila mengangguk kuat. Hatinya senang sekaligus puas menemukan apa yang dicarinya dan akan menjadikan kenang-kenangan terindah dari perjalanan suci mereka berdua.
Tepat pukul 11 pagi waktu Jakarta, Haryo dan Meila tiba dirumahnya. Ibu Meila dan Meisya telah menyiapkan camilan dan makan siang untuk mereka. Terdengar suara-suara saling bersahutan memenuhi ruangan. Suara-suara itu berisi cerita tentang perjalanan umroh Meila dan Haryo. Meila sudah sangat ingin bercerita tentang Hasbi pada Meisya, tetapi ditahannya. Dia khawatir Hasbi tak akan dating lusa atau tak akan datang selamanya, sementara dia sudah menabur harap di hati kakak tercintanya itu. Hanya satu yang kemudian membangkitkan gelora jiwa Meila dan ia ingin segera menyampaikan kepada seluruh keluarga besar itu, yaitu tentang pergantian nama muslimahnya. Namun, niatnya itu justru keduluan oleh suaminya. Ya, dari muluut Haryo pengumuman itu sudah tersampaikan. Semua menyambut dengan suka-cita. Apalagi, ketika tahu sejarah lahirnya nama itu, wajah-wajah bahagia kian bercahaya, kecuali Meisya yang sedikit meredup. Bukan karena tak suka cerita Meila tentang pergantian namanya, melainkan hatinya yang merasa iri pada perjalanan hidup yang telah dilalui oleh adiknya.
Dua minggu kemudian datanglah Hasbi menepati undangan silaturahmi Haryo dan Meila. Lalu, Meila segera meluncur ke kamar Meisya meminta sang kakak ikut dirinya keluar. Meisya yang sedang asyik membaca sebuah novel religi sedikit kaget dengan sikap sang adik. Meila tak mau menjelaskan siapa tamu yang dating dan justru melontarkan kalimat yang membuat Meisya semakin penasaran. “Sudahlah kakak ikut saja denganku ke depan, anggap saja ini kado istimewaku dari umroh. Sekarang kakak berdandan yang rapi, ya. Aku akan ke dapur membuatkan teh untuk tamuku itu,” putus Meila sebelum hilang dari balik kamar Meisya. Ibunda Meila segera mengintip ke ruang tamu. Mendadak segaris senyum membayang di raut tua itu, mengerti apa yang tengah terjadi. “Namanya Hasbi, Bu. Dia teman kami sewaktu umroh. Semoga cocok dengan kakak dan semoga saja berjodoh”, bisik Meila kepada ibunya. Mata tua itu terlihat berkaca-kaca, jelas sekali keharuan penuh kebahagiaan terpancar disana.
 Kemudian Meisya dikenalkan pada Hasbi. Lalu Meisya dan Hasbi menghabiskan waktu berbincang untuk mengenal satu sama lain dan akhirnya mereka merasa cocok. Meisya sudah bisa menebak bahwa kado istimewa yang dimaksudkan Meila adalah Hasbi. Setelah Hasbi pulang dari rumah Meila, kemudian Meisya bercerita bahwa ia juga diberikan nama Islam yang indah, yaitu Siti Fatimah. Nama tersebut adalah nama anak Rasulullah. Meisya sangat menyukainya.
Tibalah saatnya Meisya dinikahi oleh Hasbi. Meila merasa sangat senang karena kakaknya kini tidak kesepian lagi, dan kakaknya sudah bisa berjalan dengan menggunakan kaki palsu yang dibelikan Hasbi. Kemudian Meila, Haryo, Meisya, dan Hasbi berangkat umroh berempat yang telah direncanakan mereka jika Meisya sudah menikah. Sekaligus Haryo dan Meila mengulang cerita indah saat mereka umroh pertama kali. Wajah Haryo, Meila, Hasbi, dan Meisya berbinar. Terutama Meisya, mata itu tak kunjung berkedip menatapi bukit batu di hadapannya. Bukit yang baru pertama kali ia saksikan. Ya, mereka berempat kini tengah tegak di hadapan Jabal Rahmah, sambil kedua tangan masing-masing terangkat ke atas dengan wajah tengadah, memanjatkan doa. Tentunya doa untuk kekokohan rumah tangga mereka.
Sementara di tanah air, sang ibu juga tengah memperkokoh hubungan silaturahmi dengan para besannya. Ya, beliau mewujudkan rencananya menginap dirumah Mama Haryo dan mengajak Ummi Hasbi ikut berkumpul. Beliau tidak ingin mengganggu kegembiraan para anak dan menantunya ketika menyemaikan cinta mereka.
“Semoga pulang dari sana, anak atau menantu kita hamil semua ya,” suara Mama Haryo menciptakan gelak tawa, saat suasana akrab tersebut beranjak dari pembicaraan masa muda mereka ke kisah anak dan menantu mereka. Ibunda Meila dan Ummi Hasbi mengangguk sambil tersenyum.
 Begitulah akhir kisah yang bahagia setelah semua musibah yang telah menimpa mereka. Mereka mendapatkan kebahagiaan yang seutuhnya sebagaimana gadis normal lainnya.