TUGAS ETIKA
BISNIS
MORALITAS
KORUPTOR
Nama :
Rose Iman Sari
Kelas :
4EA17
NPM :
16211462
Jurusan :
S1 – Manajemen
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
JAKARTA
2014
ABSTRAK
Rose Iman Sari.
16211462
MORALITAS
KORUPTOR
Makalah. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci
: Moralitas Koruptor
Penulisan
yang berjudul “Moralitas Korupsi” ini membahas tentang korupsi yang semakin
marak terjadi saat ini, mengapa korupsi
sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, siapa yang bertanggung
jawab atas terjadinya korupsi. Banyak
orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan
masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas
bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk
mendiskusikannya agar kita tidak serta merta memercayai statement bahwa parahnya korupsi di Indonesia
ini akibat moral bangsa yang buruk. Kita tidak boleh luruh hanya
mengkambinghitamkan masalah moral sebagai penyebab suburnya korupsi di
Indonesia.
Korupsi
merupakan satu persoalan bangsa yang hingga kini tetap menjadi prioritas utama
untuk memberantasnya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah
maupun non-pemerintah. Namun upaya dari semua itu tetap belum menunjukkan hasil
yang signifikan. Bahkan boleh dibilang korupsi terus saja mengganas.
Sampai-sampai timbul rasa pesimis bahwa pemberantasan korupsi merupakan sesuatu
yang mustahil. Ungkapanungkapan seperti bahwa korupsi di negara ini tak ubahnya
virus yang terus berkembang serta menjalar tanpa bisa lagi terdeteksi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir
ini makin marak dilakukan oleh rakyat Indonesia, yang mayoritas dilakukan oleh
para pejabat tinggi Negara salah satunya yaitu seperti Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan
kesejahteraan rakyat tetapi malah merugikan Negara. Hal ini tentu saja sangat
memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat
yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka dari itu, saya memilih
permasalahan tentang korupsi yang dilakukan pejabat Negara yang ada di
Indonesia sekarang ini.
Tindak
korupsi yang ada di Indonesia saat ini sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis oleh pejabat Negara.
Permasalahan korupsi
yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh.
Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah
merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang
telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum
elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah
satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena
korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja
merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar tersebut penulis akan membahas
mengenai korupsi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan moralitas
koruptor.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada
penulisan ini adalah :
1. Mengapa
korupsi semakin marak di Indonesia dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
2. Mengapa
korupsi sulit diberantas dan bagaimana
dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
3. Siapa
yang bertanggung jawab?
1.3 Batasan Masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah
pada moralitas koruptor.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada
penulisan ini adalah :
1. Mengetahui
penyebab terjadinya korupsi di Indonesia
2. Mengetahui
betapa sulitnya korupsi diberantas dan dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis
3. Mengatahui
siapa yang bertanggung jawab
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Moral dan Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari
kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari
“mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan
susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah;
berdisiplin dan sebagainya.
Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan
kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b)
Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan
yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut
“etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut
persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri,
unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang
berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalam
masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai
suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan
kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh
dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan
kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai
tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah
keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat.
Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah
(mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas
terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban
dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap
dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam
perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau
salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian
tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut
hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri,
yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik
dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa
segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem
kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita.
Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi
tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat
terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa
moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku
sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah
(norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya
moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
2.2 Pengertian
Korupsi
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari
bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam
bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah
atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu
perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu
pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang
ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian
lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk
pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi" lebih
ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat
luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Pengertian
Korupsi Menurut Undang-Undang
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi
adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian
Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai
penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang
disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum,
perusahaan, atau pribadi lainnya.
Pengertian
Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi
menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai
pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan
materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang
melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan
jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang
umum dan swasta.
Pengertian
Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan
yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan,
pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
Pengertian
Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi
adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui
sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk
memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode
pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari
beberapa buku, referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis
untuk mendukung penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga
mencari data melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara
tidak sengaja membahas tentang moralitas koruptor.
BAB IV
PEMBAHASAN
Mengapa
semakin marak korupsi yang ada di Indonesia dan mengapa bisa terjadi?
Di Indonesia sendiri kejahatan korupsi sudah demikian
parah dan merajalela khususnya yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) yang ada di Indonesia sekarang ini. DPR yang seharusnya bertugas memajukan
kesejahteraan rakyat, tetapi malah mereka sendiri yang menyengsarakan rakyat
Indonesia dengan cara melakukan tindak korupsi. Sampai artis yang terkenalpun
yang menjadi menjabat sebagai DPR juga melakukan tindak kejahatan yang sangat
ganas ini. Di kalangan pejabat Negara di Indonesia seperti saat ini,
tindak korupsi seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti DPR. Apalagi
mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui diman-mana, mulai
dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Di Indonesia tindak pidana korupsi seakan menjadi hal
yang biasa untuk dilakukan terutama dikalangan pejabat. Para pejabat seakan
tidak mempunyai rasa malu untuk melakukan tindakan yang merugikan Negara ini.
Menurut penasihat KPK, Abdullah Hehamahua seperti yang tertulis di buku yang
berjudul Memberantas Korupsi Bersama KPK, setidaknya ada 8 penyebab terjadinya
korupsi di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem
penyelenggaraan negara yang keliru
Sebagai negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas
pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun, mulai orde lama,
orde baru, hingga reformasi, pembangunan hanya difokuskan di bidang ekonomi.
Padahal setiap Negara yang baru merdeka, masih terbatas dalam memiliki SDM,
uang, manajemen, dan teknologi. Sehingga konsekuensinya semua didatangkan dari
luar negeri yang pada gilirannya menghasilkan penyebab korupsi.
2. Kompensasi
PNS yang rendah
Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup
untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya. Apalagi Indonesia yang
lebih memprioritaskan bidang ekonomi membuat yang secara fisik dan kultural
menimbulkan pola konsumerisme, sehingga 90% PNS melakukan KKN.
3. Pejabat
yang serakah
Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem
pembangunan seperti diatas mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant.
Hal ini menyebabkan lahirnya sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan
wewenang dan jabatannya, seperti melakukan mark up proyek-proyek pembangunan.
4. Law
Enforcement tidak berjalan
Para pejabat yang serakah dan PNS yang KKN karena gaji
yang tidak cukup, maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir
diseluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga
kemasyarakatan karena segalanya diukur dengan uang. Hal ini juga menimbulkan
kata-kata plesetan seperti, KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) atau Ketuhanan Yang
Maha Esa (Keuangan Yang Maha Kuasa).
5. Hukuman
yang ringan terhadap koruptor
Adanya
Law Enforcement tidak berjalan dengan semestinya, dimana aparat penegak hukum
bisa dibayar. Maka, hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan
sehingga tidak menimbulkan efek jera.
6. Pengawasan
yang tidak efektif
Dalam
sistem manajemen yang modern selalu ada instrumen yang disebut internal kontrol
yang bersifat in build dalam setiap unit kerja. Sehingga sekecil apapun
penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan
perbaikan. Tetapi internal kontrol yang ada disetiap unit sudah tidak lagi
berjalan dengan semestinya karena pejabat atau pegawai terkait bisa melakukan
tindakan korupsi.
7. Tidak
ada keteladanan pemimpin
Ketika resesi ekonomi 1997, keadaan perekonomian
Indonesia sedikit lebih baik dari pada Thailand. Namun pemimpin Thailand
memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana. Sehingga lahir
dukungan moral dan material dari masyarakat dan pengusaha. Maka dalam waktu
singkat, Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia tidak ada
pemimpin yang bisa dijadikan teladan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara
mendekati jurang kehancuran.
8. Budaya
masyarakat yang kondusif untuk KKN
Korupsi yang ada di
Indonesia tidak hanya terpusat pada pejabat Negara saja, melainkan sudah meluas
hingga ke masyarakat. Hal ini bisa dicontohkan pada saat pengurusan KTP, SIM,
STNK, maupun saat melamar kerja. Tindakan masyarakat ini merupakan pencerminan
yang dilakukan oleh pejabat politik. Penyebab terjadinya korupsi juga disebabkan
adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat demi
kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara, maupun teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang
pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentinagan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Korupsi Sulit
Diberantas
Di Indonesia korupsi telah menjadi budaya. Motif
dilakukannya korupsi mayoritas adalah alasan ekonomi. Dalam benak para pelaku
tindak pidana korupsi ini telah tersetting pandangan corruption for a better
living, sehingga korupsi kini telah mendarah daging dalam masyarakat.
Pemberantasan atas korupsi tersebut telah dilakukan sejak masa Orde Lama, Orde
baru, dan orde Reformasi, namun hasilnya masihlah jauh panggang dari api.
Sejak jaman NKRI, untuk mencegah terjadinya korupsi
pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tersebut kemudian diganti
oleh UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang yang terakhir adalah
Undang-undang Korupsi yang merupakan hukum positif saat ini. Penegakkan atas
peraturan perundangan dibidang korupsi tersebut sangat diperlukan aparat yang
handal dan bersih.
Pada awalnya aparat penegak hukum yang menjadi tumpuan
dalam pemberantasan korupsi adalah Kejaksaan dan Kepolisian, namun kinerja
kejaksaan dan kepolisian dipandang kurang maksimal dalam pemberantasan korupsi.
Bertolak dari kinerja kedua aparat penegak hukum yang dipandang kurang maksimal
tersebut, maka dikeluarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (KPK). Sehingga aparat penegak hukum dalam
pemberantasan korupsi adalan Kejaksaan, Kepolisian dan KPK.
Dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di
Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka
kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di
Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong
timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan
karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada
ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga
masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk
(barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya
inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan
memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan
yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada
perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang
jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin
memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian
masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.
Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di
Indonesia ?
Seluruh instansi Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
baik yang berbentuk Lembaga Swadaya masyarakat maupun perorangan memiliki
tanggung jawab yang sama dalam mempercepat pemberantasan Korupsi.
Dalam mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi
aparat penegak hukum dan masyarakat dapat memanfatkan temuan-temuan pemeriksaan
lembaga pengawas/pemeriksa internal dan eksternal seperti Inspektorat/bawasda,
BPKP, Irjen dan BPK sebagai informasi awal. Sebuah langkah maju telah dilakukan
oleh BPK dalam memberikan informasi pengelolaan keuangan daerah/Negara kepada
masyarakat dengan meng-upload hasil pemeriksaan BPK dalam website yang dapat
diakses oleh masyarakat luas.
Contoh Kasus :
KPK
Beri Isyarat Ratu Atut Terseret Kasus Korupsi.
Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberi sinyal
terseretnya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus dugaan korupsi.
Meskipun tak menyebut secara gamblang kasus yang dimaksud, tapi menurut Busyro,
Atut bisa jadi merupakan kepala daerah yang bisa diminta pertanggungjawaban.
“Ya,
benar begitu, seperti Tangerang Selatan,” kata Busyro di gedung kantornya,
Senin, 18 November 2013. Sebelum bicara soal Atut, Busyro terlebih dahulu
bicara soal adik ipar Atut yang juga Wali Kota Tangerang Selatan dalam kasus
dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Pemerintah Kota Tangsel.
(Baca: Pelapor Dugaan Korupsi Atut Pernah Mau Dibunuh)
Menurut
Busyro, saat ini dalam kasus alkes Tangsel, penyelenggara negara yang
ditetapkan sebagai tersangka baru pada tingkat pejabat pembuat komitmen. “Cara
kerja KPK, semua dimulai dari bawah, minggir-minggir-minggir, langsung nabrak
ke atas,” kata Busyro. Busyro memberi contoh, dalam kasus dugaan korupsi PON
Riau, Gubernur Riau Rusli Zainal bukan orang yang pertama ditetapkan menjadi
tersangka. Dalam kasus travel cheque, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia
Miranda Goeltom kena belakangan. “Itu memang karakter kerja KPK. Tunggu saja,
kami sedang mengumpulkan bukti,” kata dia.
Terhitung
11 November 2013, KPK menetapkan tiga orang dalam kasus alkes Tangsel.
Ketiganya adalah pejabat pembuat komitmen Mamak Jamaksari, petinggi PT Mikkindo
Adiguna Pratama Dadang Prijatna, dan Chaeri Wardana alias Wawan, yang merupakan
suami Airin.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri
yangsecara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan
yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur
ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk,
sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya,
bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Jadi, untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia,
pemerintah harus benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat dan negara.
Pemerintah harus memperbaiki moral bangsa dengan meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan pendidikan, bangsa akan menjadi pintar dan memiliki moral yang baik.
Sehingga untuk kedepannya para penerus bangsa memiliki integritas dan kemampuan
yang baik untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
5.2 Saran
Korupsi merupakan faktor utama penyebab masalah sosial,
korupsi harus kita cegah dan harus kita hindari, pencegahan korupsi berawaldari
lingkungan keluarga, keluarga harus berperan aktif untuk mendidik dan
mengajarkan tentang pentingnya sebuah kejujuran, dan tentunya harus dimulai
dari diri pribadi kita masing masing.
DAFTAR PUSTAKA
Muzadi,
H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Malang : Bayumedia Publishing
Suyitno.
2006. Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama. Palembang: Gama Media.
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/19/063530678/KPK-Beri-Isyarat-Ratu-Atut-Terseret-Kasus-Korupsi
http://darmono.blogdetik.com/2009/06/29/percepatan-pemberantasan-korupsi-tanggung-jawab-siapa/
0 komentar:
Posting Komentar