Jumat, 26 Desember 2014

Tugas 4 _ Softskill Etika Bisnis

TUGAS ETIKA BISNIS
MORALITAS KORUPTOR


Nama               : Rose Iman Sari
Kelas               : 4EA17
NPM               : 16211462
Jurusan            : S1 – Manajemen



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014

ABSTRAK
Rose Iman Sari. 16211462
MORALITAS KORUPTOR
Makalah. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci : Moralitas Koruptor
Penulisan yang berjudul “Moralitas Korupsi” ini membahas tentang korupsi yang semakin marak terjadi saat ini,  mengapa korupsi sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya korupsi. Banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk mendiskusikannya agar kita tidak serta merta memercayai statement bahwa parahnya korupsi di Indonesia ini akibat moral bangsa yang buruk. Kita tidak boleh luruh hanya mengkambinghitamkan masalah moral sebagai penyebab suburnya korupsi di Indonesia.
Korupsi merupakan satu persoalan bangsa yang hingga kini tetap menjadi prioritas utama untuk memberantasnya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Namun upaya dari semua itu tetap belum menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan boleh dibilang korupsi terus saja mengganas. Sampai-sampai timbul rasa pesimis bahwa pemberantasan korupsi merupakan sesuatu yang mustahil. Ungkapanungkapan seperti bahwa korupsi di negara ini tak ubahnya virus yang terus berkembang serta menjalar tanpa bisa lagi terdeteksi.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dilakukan oleh rakyat Indonesia, yang mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi Negara salah satunya yaitu seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat tetapi malah merugikan Negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka dari itu, saya memilih permasalahan tentang korupsi yang dilakukan pejabat Negara yang ada di Indonesia sekarang ini.
Tindak korupsi yang ada di Indonesia saat ini sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis oleh pejabat Negara.
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar tersebut penulis akan membahas mengenai korupsi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan moralitas koruptor.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini adalah :
      1.      Mengapa korupsi semakin marak di Indonesia dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
      2.      Mengapa korupsi sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
      3.      Siapa yang bertanggung jawab?

1.3  Batasan Masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada moralitas koruptor.

1.4  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada penulisan ini adalah :
      1.      Mengetahui penyebab terjadinya korupsi di Indonesia
      2.      Mengetahui betapa sulitnya korupsi diberantas dan dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis
      3.      Mengatahui siapa yang bertanggung jawab

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Moral dan Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya.
Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

2.2 Pengertian Korupsi
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi" lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang  
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: 
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.  
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.
Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku, referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang moralitas koruptor.

BAB IV
PEMBAHASAN

Mengapa semakin marak korupsi yang ada di Indonesia dan mengapa bisa terjadi?
Di Indonesia sendiri kejahatan korupsi sudah demikian parah dan merajalela khususnya yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ada di Indonesia sekarang ini. DPR yang seharusnya bertugas memajukan kesejahteraan rakyat, tetapi malah mereka sendiri yang menyengsarakan rakyat Indonesia dengan cara melakukan tindak korupsi. Sampai artis yang terkenalpun yang menjadi menjabat sebagai DPR juga melakukan tindak kejahatan yang sangat ganas ini.  Di kalangan pejabat Negara di Indonesia seperti saat ini, tindak korupsi seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti DPR. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui diman-mana, mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Di Indonesia tindak pidana korupsi seakan menjadi hal yang biasa untuk dilakukan terutama dikalangan pejabat. Para pejabat seakan tidak mempunyai rasa malu untuk melakukan tindakan yang merugikan Negara ini. Menurut penasihat KPK, Abdullah Hehamahua seperti yang tertulis di buku yang berjudul Memberantas Korupsi Bersama KPK, setidaknya ada 8 penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.    Sistem penyelenggaraan negara yang keliru
Sebagai negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun, mulai orde lama, orde baru, hingga reformasi, pembangunan hanya difokuskan di bidang ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka, masih terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Sehingga konsekuensinya semua didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya menghasilkan penyebab korupsi.
2.    Kompensasi PNS yang rendah
Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya. Apalagi Indonesia yang lebih memprioritaskan bidang ekonomi membuat yang secara fisik dan kultural menimbulkan pola konsumerisme, sehingga 90% PNS melakukan KKN.
3.    Pejabat yang serakah
Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan seperti diatas mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant. Hal ini menyebabkan lahirnya sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, seperti melakukan mark up proyek-proyek pembangunan.
4.    Law Enforcement tidak berjalan
Para pejabat yang serakah dan PNS yang KKN karena gaji yang tidak cukup, maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir diseluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan karena segalanya diukur dengan uang. Hal ini juga menimbulkan kata-kata plesetan seperti, KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) atau Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Kuasa).
5.    Hukuman yang ringan terhadap koruptor
Adanya Law Enforcement tidak berjalan dengan semestinya, dimana aparat penegak hukum bisa dibayar. Maka, hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
6.    Pengawasan yang tidak efektif
Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrumen yang disebut internal kontrol yang bersifat in build dalam setiap unit kerja. Sehingga sekecil apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan perbaikan. Tetapi internal kontrol yang ada disetiap unit sudah tidak lagi berjalan dengan semestinya karena pejabat atau pegawai terkait bisa melakukan tindakan korupsi.
7.    Tidak ada keteladanan pemimpin
Ketika resesi ekonomi 1997, keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih baik dari pada Thailand. Namun pemimpin Thailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana. Sehingga lahir dukungan moral dan material dari masyarakat dan pengusaha. Maka dalam waktu singkat, Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara mendekati jurang kehancuran.
8.    Budaya masyarakat yang kondusif untuk KKN
Korupsi yang ada di Indonesia tidak hanya terpusat pada pejabat Negara saja, melainkan sudah meluas hingga ke masyarakat. Hal ini bisa dicontohkan pada saat pengurusan KTP, SIM, STNK, maupun saat melamar kerja. Tindakan masyarakat ini merupakan pencerminan yang dilakukan oleh pejabat politik. Penyebab terjadinya korupsi juga disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara, maupun teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentinagan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.

Korupsi Sulit Diberantas
Di Indonesia korupsi telah menjadi budaya. Motif dilakukannya korupsi mayoritas adalah alasan ekonomi. Dalam benak para pelaku tindak pidana korupsi ini telah tersetting pandangan corruption for a better living, sehingga korupsi kini telah mendarah daging dalam masyarakat. Pemberantasan atas korupsi tersebut telah dilakukan sejak masa Orde Lama, Orde baru, dan orde Reformasi, namun hasilnya masihlah jauh panggang dari api.
Sejak jaman NKRI, untuk mencegah terjadinya korupsi pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tersebut kemudian diganti oleh UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang yang terakhir adalah Undang-undang Korupsi yang merupakan hukum positif saat ini. Penegakkan atas peraturan perundangan dibidang korupsi tersebut sangat diperlukan aparat yang handal dan bersih.
Pada awalnya aparat penegak hukum yang menjadi tumpuan dalam pemberantasan korupsi adalah Kejaksaan dan Kepolisian, namun kinerja kejaksaan dan kepolisian dipandang kurang maksimal dalam pemberantasan korupsi. Bertolak dari kinerja kedua aparat penegak hukum yang dipandang kurang maksimal tersebut, maka dikeluarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (KPK). Sehingga aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi adalan Kejaksaan, Kepolisian dan KPK.

Dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia ?
Seluruh instansi Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk Lembaga Swadaya masyarakat maupun perorangan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mempercepat pemberantasan Korupsi.
Dalam mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi aparat penegak hukum dan masyarakat dapat memanfatkan temuan-temuan pemeriksaan lembaga pengawas/pemeriksa internal dan eksternal seperti Inspektorat/bawasda, BPKP, Irjen dan BPK sebagai informasi awal. Sebuah langkah maju telah dilakukan oleh BPK dalam memberikan informasi pengelolaan keuangan daerah/Negara kepada masyarakat dengan meng-upload hasil pemeriksaan BPK dalam website yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

Contoh Kasus :
KPK Beri Isyarat Ratu Atut Terseret Kasus Korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberi sinyal terseretnya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus dugaan korupsi. Meskipun tak menyebut secara gamblang kasus yang dimaksud, tapi menurut Busyro, Atut bisa jadi merupakan kepala daerah yang bisa diminta pertanggungjawaban.
“Ya, benar begitu, seperti Tangerang Selatan,” kata Busyro di gedung kantornya, Senin, 18 November 2013. Sebelum bicara soal Atut, Busyro terlebih dahulu bicara soal adik ipar Atut yang juga Wali Kota Tangerang Selatan dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Pemerintah Kota Tangsel. (Baca: Pelapor Dugaan Korupsi Atut Pernah Mau Dibunuh)
Menurut Busyro, saat ini dalam kasus alkes Tangsel, penyelenggara negara yang ditetapkan sebagai tersangka baru pada tingkat pejabat pembuat komitmen. “Cara kerja KPK, semua dimulai dari bawah, minggir-minggir-minggir, langsung nabrak ke atas,” kata Busyro. Busyro memberi contoh, dalam kasus dugaan korupsi PON Riau, Gubernur Riau Rusli Zainal bukan orang yang pertama ditetapkan menjadi tersangka. Dalam kasus travel cheque, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom kena belakangan. “Itu memang karakter kerja KPK. Tunggu saja, kami sedang mengumpulkan bukti,” kata dia.
Terhitung 11 November 2013, KPK menetapkan tiga orang dalam kasus alkes Tangsel. Ketiganya adalah pejabat pembuat komitmen Mamak Jamaksari, petinggi PT Mikkindo Adiguna Pratama Dadang Prijatna, dan Chaeri Wardana alias Wawan, yang merupakan suami Airin.

BAB V
KESIMPULAN DAN  SARAN
5.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yangsecara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Jadi, untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia, pemerintah harus benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat dan negara. Pemerintah harus memperbaiki moral bangsa dengan meningkatkan mutu pendidikan. Dengan pendidikan, bangsa akan menjadi pintar dan memiliki moral yang baik. Sehingga untuk kedepannya para penerus bangsa memiliki integritas dan kemampuan yang baik untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

5.2 Saran
Korupsi merupakan faktor utama penyebab masalah sosial, korupsi harus kita cegah dan harus kita hindari, pencegahan korupsi berawaldari lingkungan keluarga, keluarga harus berperan aktif untuk mendidik dan mengajarkan tentang pentingnya sebuah kejujuran, dan tentunya harus dimulai dari diri pribadi kita masing masing.



DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing
Suyitno. 2006. Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama. Palembang: Gama Media.
http://darmono.blogdetik.com/2009/06/29/percepatan-pemberantasan-korupsi-tanggung-jawab-siapa/


0 komentar:

Posting Komentar