PENGARUH BUDAYA DALAM PERILAKU KONSUMEN
Nama : Rose Iman
Sari
Kelas : 3EA17
NPM : 16211462
A. Definisi
Dalam
kaitannya dengan perilaku konsumen, budaya dapat didefinisikan sebagai sejumlah
total dari beliefs, values, dan customs yang dipelajari yang ditujukan pada
perilaku konsumen dari anggota masyarakat tertentu. Lebih luas lagi, baik values maupun beliefs
merupakan konstruk mental yang mempengaruhi sikap yang kemudian berpengaruh
terhadap kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap perilaku tertentu.
Misalnya:
seorang konsumen memilih antara mobil Volvo dan Jaguar. Ketika memilih, dia
akan menggunakan values dan beliefs yang berupa persepsi terhadap kualitas yang
akan didapat dan persepsi mengenai negara penghasil mobil itu sendiri.
Berbeda
dengan values dan beliefs yang menjadi pedoman berperilaku, customs atau
kebiasaan terdiri dari perilaku rutin sehari-hari yang merupakan cara berilaku
yang dapat diterima. Contoh dari customs adalah memberikan gula pada minuman. Dengan
memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu marketer dalam
memprediksi penerimaan konsumen terhadap produk mereka.
B. Mitos dan Ritual Kebudayaan
Mitos adalah cerita yang berisi elemen
simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos
mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang
cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam
semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi
penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “
Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa
digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual
kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi
yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan
simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual
budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini
dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari
seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat
ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan
benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh
pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin,
roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan
ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’
dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi
iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema
perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan
produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
C. Budaya dan Konsumsi
Produk
mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka
berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen
terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun,
bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus
memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan,
crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas
untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali
produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi
seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk
juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan
kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan
keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam
memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam
masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya
merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan
spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus
belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak
menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di
lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk
diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap
saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam
terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk
mengolah makanan.
Kebudayaan
juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan,
misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada
orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih
berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti
kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya
berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan
orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat
diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai,
keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu.
Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang
memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung
bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai
memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai
dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan
budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam
masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya
pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran
seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk
mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek
penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen.
Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk, segmentasi pasar dan
promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa
perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1.
Tekanan pada kualitas
2.
Peranan wanita yang berubah
3.
Perubahan kehidupan keluarga
4.
Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5.
Waktu senggang yang meningkat
6.
Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan
kenyamanan
D. Strategi Pemasaran dengan Memperhatikan
Budaya
Faktor
budaya merupakan salah satu aspek yang memiliki pengaruh yang sangat besar
dalam kegiatan pemasaran internasional. Budaya adalah salah satu pondasi utama
yang di jadikan landasan bagi para pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan
usahanya. Hal ini karena budaya pada level internasional sangat beragam,
berbeda-beda dan dinamis sehingga memerlukan cara, strategi dan pendekatan yang
berbeda-beda pula untuk memasarkan produk tersebut.
Oleh
karena itu dalam penyusunan program pemasaran yang tepat para pemasar di
tingkat intenasional harus dapat memformulasikan strategi pemasaran, salah
satunya dengan menggunakan konsep marketing mix atau bauran
pemasaran yang di sesuaikan dengan daerah pemasarannya. Tentu dalam penysusunan marketing
mix tersebut harus memperhatikan aspek budaya. Sehingga pendekatan dan
strategi marketing mix yang meliputi product, price,
place dan promotion di satu daerah dapat di sesuaikan
dengan budaya setempat sehingga strategi pemasaran tersebut dapat berhasil dan
tidak bertentangan atau kontradiktif pada budaya setempat yang menyebabkan
kegagalan seorang pemasar dalam melakukan kegiatan usahanya.
Sehingga
pemasar internasional dituntut memahami aspek budaya di setiap daerah yang
cendrung berbeda-beda sehingga pemasar internasional memiliki pengetahuan yang
baik tentang target market dan daerah sasaran mereka.
E. Tinjauan Sub-budaya
Dalam
tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
1. Afeksi dan Kognisi.
Penilaian
Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan
emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta
kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
2. Perilaku.
Perilaku
merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang
ada pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi,
dan cara berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga,
masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
3. Faktor Lingkungan.
Prinsip
teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian.
Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya
penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan
teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang
sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
F. Sub-budaya dan Demografi
Berdasarkan
analisa dari bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada
variabel yang terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan
karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.
Variabel yang termasuk kedalam
demografis, adalah:
1. Sub Etnis Budaya.
2. Sub Budaya-agama.
3. Sub Budaya Geografis dan Regional.
4. Sub Budaya Usia.
5. Sub Budaya Jenis Kelamin.
G. Lintas Budaya (Cross Cultural Consumer
Behavior)
Secara umum kebudayaan harus
memiliki tiga karakteristik, seperti:
1. Kebudayaan dipelajari, artinya:
kebudayaan yang dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka
didalam suatu kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke
generasi berikutnya.
2. Kebudayaan bersifat kait-mengkait,
artinya : setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain,
misalnya: unsure agama berkaitan erat dengan unsure perkawinan, unsur bisnis
berkaitan erat dengan unsur status sosial.
3. Kebudayaan dibagikan, artinya:
prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam
suatu kelompok.
Mengembangkan
ruang lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena merupakan
aspek penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran.
Adapun yang harus diketahui
oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu negara
adalah sebagai berikut.
1. Kehidupan Material: mengacu pada
kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
nafkah.
2. Interaksi Sosial: interaksi sosial
membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola
kekuasaan dan kewajiban mereka.
3. Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu
kata-kata yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol komunikasi dari
waktu, ruang, benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
4. Estetika: meliputi seni (arts),
drama, musik, kesenian rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat.
5. Nilai dan Sikap: setiap kultur
mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap aspek
perilaku manusia dan membawa keteraturan pada suatu
masyarakat/individu-individunya.
6. Agama dan Kepercayaan: agama
mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan.
7. Edukasi: edukasi meliputi proses
penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu.
8. Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama:
kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata Krama
(manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada masyarakat
tertentu.
9. Etika dan Moral: pengertian apa yang
disebut apa yang benar dan salah didasarkan pada kebudayaan.
H. Bauran Pemasaran dalam Lintas Budaya
Beberapa
hal dalam pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah
bagaimana mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri,
bagaimana keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan
standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi,
bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar