Nama : Rose Iman Sari
Kelas : 3EA17
NPM : 16211462
Resensi
Novel Takbir Cinta di Jabal Rahmah
Rencana
indah Allah untuk Meisya
Novel ini merupakan novel islami yang menceritakan
tentang seorang gadis mualaf, bernama Meila dan Meisya. Mereka adalah kakak
beradik. Meila dan Meisya mengalami kecelakaan setelah mereka wisuda sehingga
merenggut kedua mata Meila dan melumpuhkan kaki Meisya. Bagaimanakah kisah
mereka berdua menjalani cobaan Allah dan sampai akhirnya menemukan seberkas
cahaya? Silahkan baca ringkasan novel islami ini.
RESENSI
Judul novel :
Takdir Cinta di Jabal Rahmah
(Rencana indah Allah untuk Meisya)
Pengarang :
Roidah
Penerbit :
Kaysa Medisa
Tahun Terbit :
Mei - 2014
Kota Terbit :
Jakarta
Jumlah halaman :
iv + 200 hlm
Kategori :
Romance
No.ISBN :
978-979-1479-80-6
Sinopsis
Mungkinkah dua gadis cacat, satu lumpuh dan satu buta,
mendapatkan kebahagiaan sebagaimana layaknya gadis normal lainnya? Menikah
dengan lelaki tampan nan hampir sempurna?
Kisah ini berawal dari musibah yang menimpa dua gadis cantik di saat puncak kebahagiaannya. Peristiwa itu begitu memupus harapan mereka. Ungkapan protes sempat muncul dari mulut mereka. Namun, ternyata Allah punya rencana yang indah untuk hidup mereka.
Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan sang Mahacinta. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca dan menemukan rahasia indah Allah untuk hidup umatnya.
Kisah ini berawal dari musibah yang menimpa dua gadis cantik di saat puncak kebahagiaannya. Peristiwa itu begitu memupus harapan mereka. Ungkapan protes sempat muncul dari mulut mereka. Namun, ternyata Allah punya rencana yang indah untuk hidup mereka.
Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan sang Mahacinta. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca dan menemukan rahasia indah Allah untuk hidup umatnya.
Kelebihan
1. Sampul
buku terlihat menarik dan islamiah dengan gambar unta dengan latar Jabal
Rahmah.
2. Gambar
sampul sesuai dengan isi dan judulnya yaitu di Jabal Rahmah.
3. Bagian
belakang sampul terdapat sinopsisnya yang memudahkan pembaca mengetahui isi
novel keseluruhan dan menarik pembaca.
4. Alurnya
jelas, sehingga membuat para pembaca seperti ikut merasakan suasana sesuai
dengan isi cerita
5. Memberikan
pesan moral yang baik yaitu jangan mengeluh atas musibah yang menimpa kita,
karena dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan.
6. Menceritakan
tentang cinta seorang pria yang tulus kepada wanita yang fisiknya tidak
sempurna dan menerima apa adanya.
Kelemahan
1. Di
dalam tersebut ada penggunaan bahasa suku Kubu yang terkadang membingungkan
walaupun hampir mirip dengan bahasa Indonesia, hanya beberapa kalimat saja yang
diberi penjelesan.
2. Nama
tokoh Meisya yang dicantumkan di cover hanya sedikit diceritakan, tidak sesuai
dengan bayangan pertama pembaca saat membaca covernya.
Kesimpulan
Novel ini sangat bagus untuk dibaca, banyak
hal yang dapat dijadikan hikmah dan juga pelajaran dalam menjalani kehidupan
ini. Banyak peristiwa yang senantiasa menjadikan anak manusia senantiasa
bersyukur atas apa yang diberikan ilahi robbi. Kisah-kisah romantis antara
sepasang anak manusia yang sudah halal membuat pembaca akan tergelitik.
Dari banyaknya cobaan yang menimpa manusia,
maka akan diberikan gantinya oleh Allah dengan keindahan yang sangat tidak
diduga-duga jika umatnya mampu melewati cobaan tersebut.
Saran
Kalimat
yang digunakan seharusnya sedikit lebih disederhanakan karena mebuat pembaca
berpikir lebih konsentrasi apa makna dari kalimat yang dimaksud.
_____________________________________________________________
RINGKASAN
Meisya dan Meila adalah kakak beradik yang jarak
umurnya satu setengah tahun. Merekan kuliah di universitas yang sama. Mereka
sering menghabiskan waktu bersama dan pada akhirnya juga wisuda
bersama. Meisya sempat cuti dari kuliahnya sehingga ia lulus bersamaan dengan
adiknya, yaitu Meila. Meisya cuti karena mencoba berkarier di dunia entertainment, namun gagal dan ia
kembali melanjutkan rutinitas kampus bersama adiknya yang saat itu melanjutkan
jurusan akuntansi. Setelah mereka selesai wisuda, mereka naik
mobil Ayahnya untuk merayakan kelulusannya berdua di restoran. Tiba-tiba mereka
kecelakaan karena kelalaian Meila saat menyetir
mobil dengan asyik bercerita tentang impian mereka setelah lulus
sehingga Meila tidak menyadari ada mobil Avanza di tikungan yang berbelok ke
arahnya. Suara benturan keras dan pekikan membahana memecah keramaian jalan
raya. Dengan sigap para warga menolong Meila, Meisya, dan gadis pengendara
Avanza. Mereka akhirnya dibawa kerumah sakit dan mengakibatkan Meila kehilangan
penglihatannya, Meisya lumpuh dan hanya duduk di kursi roda, sedangkan gadis
pengendara Avanza sudah sembuh dan bisa beraktivitas kembali setelah beberapa
minggu dirawat dirumah sakit yang sama dengan Meisya dan Meila.
Semenjak kecelakaan itu, mereka merasa Allah tidak
adil telah menghukum mereka atas musibah ini. Meila melalui hari-hari dirumah sangat berat, ia
baru merasakan sulit menjalani kehidupan dengan penglihatan yang tidak normal. Berbeda
dengan Meila, Meisya terlihat sudah ikhlas menjalani hari-harinya. Keluarga
Meila dan Meisya baru mualaf semenjak 6 bulan lalu. Ayah mereka yang membawa
keluarga kecil ini menjadi mualaf. Pada suatu ketika Ayah mereka lembur
dikantor dan mendapatkan kabar bahwa Ayah mereka telah meninggal karena penyakit
pencernaan akut yang di derita Ayahnya sejak lama. Mereka pun merasa semakin
marah pada Allah apa yang sesunggguhnya diinginkan Allah sehingga musibah
beruntun menimpa keluarga mereka setelah kecelakaan yang menimpanya.
Perlahan, Meila mulai terbiasa dengan kondisinya.
Belakangan ini, Meila menghabiskan waktu dengan menonton TV bersama kakaknya
untuk menghilangkan rasa bosan yang menyelimutinya.
Dua minggu setelah wafatnya Ayah Meila dan Meisya,
datanglah teman sekolah Meila saat SMA untuk menyampaikan bela sungkawanya,
yaitu Ari. Ari datang kerumah Meila tidak sendirian, ia ditemani oleh kawannya
yang bekerja sama-sama dibidang penyelamatan hutan, yaitu Haryo. Haryo ikut
berduka atas musibah yang telah menimpa Meila dan memberikan nasihat-nasihat
untuk membuat Meila bangkit. Namun Meila tidak begitu menyukai pria tersebut
mengguruinya karena baru berkenalan.
Setelah kunjungan pertamanya kerumah Meila, akhirnya
Haryo lebih sering kerumah Meila tanpa ditemani Ari. Seiring berjalannya waktu,
Haryo mulai jatuh cinta pada Meila karena dia wanita yang berbeda dengan wanita
yang pernah ia kenal sebelumnya. Meila adalah gadis yang tegar, mandiri, kuat,
suka menolong orang, terlebih lagi dia adalah mualaf. Haryo banyak tahu mengenai Meila karena diceritakan oleh Ari. Menurutnya,
derajatnya akan semakin tinggi dimata Allah jika dia menikahi wanita yatim dan
bisa membawa wanita mualaf menjadi lebih dekat mengenal Allah.
Pada suatu hari, Haryo datang
kerumah Meila untuk menyampaikan perasaannya pada Meila.
“Meila..Aku menyukaimu. Namun,
Islam tidak mengenal istilah pacaran, maka aku datang hari ini untuk mengajakmu
ta’aruf sebelum pernikahan. Dengan
kata lain, aku berniat untuk mengenalkanmu kepada keluargaku, meski awalnya
hanya perkenalan melalui foto. Atau, apabila kamu bersedia datang langsung
kerumahku, aku akan sangat bahagia.” Haryo merasa sangat lega sudah mengatakan
tujuan yang sebenarnya .
“Apakah Mas sudah pikirkan
matang-matang?”, jawab Meila. Haryo diam. Ia mengerti ke arah mana kalimat
Meila. Meila tidak merasakan cinta seperti apa yang dirasakan oleh Haryo.
Haryo tak patah arang.
Semangatnya tetap bangkit untuk meyakinkan Meila. Haryo mengerti keadaan
ekonomi keluarga Meila setelah wafatnya sang Ayah, dia mendapat cerita itu dari
Ari. Jika Haryo menikahi Meila nanti, ia berjanji akan menanggung biaya hidup
keluarga Meila. Maka dengan pertimbangan itu, Meila menerima tawaran menikah
oleh Haryo. Tanpa disadari Meila, tadi Haryo telah memotret wajah Meila dan
foto keluarganya di ruang tamu menggunakan kamera telepon genggamnya. Foto itu
akan diperlihatkan pada orangtuanya. Haryo sudah tidak sabar menunjukkan wajah
lembut gadis pujaannya.
Baru saja Haryo menginjakkan
kakinya dirumah, Mama sudah menanyakan tentang calon menantunya yang membuatnya
penasaran. Haryo memperlihatkan foto Meila dan keluarganya yang ada di telepon
genggamnya. Kemudian orangtua Haryo terkejut melihat foto tersebut. Ternyata
Ibunda Meila adalah teman SMA dari Mama Haryo, namanya Hanum. Seketika wajah orangtua Haryo Nampak
sumringah. Kemudian Haryo menceritakan pada orangtuanya bahwa Meila adalah
gadis yang buta. Lalu orangtua Haryo menyuruhnya untuk shalat istiqarah untuk
meyakinkan keputusannya karena sang Mama ingin menantu yang fisiknya normal.
Haryo yakin hati Mama bias sedikit diluluhkan oleh penjelasan Ari tentang Meila
karena Mama sudah memperlakukan Ari seperti anaknya sendiri dan sangat
mempercayai ucapannya.
“Kamu yakin sudah shalat
istiqarah dan jawaban dari Allah adalah Meila?” kali ini Papa yang bertanya,
Mama diam saja. “Ya’” jawab Haryo singkat, tegas. “Lagipula, Hanum orangnya
sangat baik, Papa yakin anak-anaknya pun juga baik hati seperti dirinya,” Papa
berusaha meyakinkan Mama. Haryo tersenyum bahagia. Ia sangat yakin bahwa Meila
adalah jodohnya. Dan, dengan restu dari Papa dan Mama, ia merencanakan hal
selanjutnya, yaitu lamaran.
Ada kegelisahan menghinggapi
batin Meila, mengingat sebentar lagi ia akan memulai babak baru dalam hidupnya.
Ia selalu saja khawatir terhadap Mas Haryo, lelaki yang akan dinikahinya.
Benarkah dia adalah lelaki yang tepat? Demikian keraguan Meila yang terus
menyeretnya dalam kegelisahan. Hari ini adalah hari yang dinanti, yaitu hari
pernikahan Meila dan Haryo. Meila yang sudah siap dengan pakaian dan riasan
pengantinnya pun segera keluar kamar. Meila mendengar beberapa orang berdecak
kagum dengan penampilannya yang entah seperti apa. Sayang sekali, Meila tak
bias melihat bagaimana wajah dan penampilannyadi hari terpenting dalam hidupnya
itu. Bahkan, hingga kini Meila tidak tahu seperti apa wajah lelaki yang akan
menemaninya duduk di pelaminan nanti. Biar mata buta asalkan hati tidak, biar
sekeliling gelap asalkan hati bersinar dan bias menyinari sekeliling. Kalimat
itulah yang membuat Meila lebih kuat dan menerima pernikahan ini tanpa banyak
mengeluh. Ia ingin menyerahkan seluruh pelita hatinya untuk menerangi orang
lain, terutama ibunya yang sangat bahagia ketika Meila dilamar oleh Haryo, anak
dari sahabat karibnya.
Haryo mendapat tujuh hari cuti
dari kantornya untuk menikmati masa pengantin barunya, meskipun sangat
terlambat, dua minggu setelah hari kebahagiaan itu berlalu. Haryo tidak
membiarkan waktu untuk membahagiakan Meila berlalu begitu saja. Ia segera
menjadwalkan tempat-tempat yang akan mereka kunjungi, pantai, taman, mall, dan
tempat-tempat wisata lainnya yang sebenarnya sudah pernah dikunjungi oleh
Meila. Sayang, Meila tak dapat menikmati kebahagiaan itu seutuhnya karena tak bisa
melihat indahnya dunia bersama Haryo. Sekarang hanya tersisa tiga hari untuk
menikmati masa cutinya itu. Meila menolak untuk berkunjung kemana pun, dia
ingin menghabiskan hari-harinya dirumah saja. Haryo tidak keberatan, baginya
selama bisa didampingi Meila sudah cukup membahagiakannya. Pada suatu pagi,
ketika Meila dan Haryo menyantap sarapannya, Haryo bekata pada Meila bahwa ia
ingin umroh berdua. Bagi Haryo, usulan itu diyakininya akan kian mengikatkan
batin Meila padanya. Sebab, mereka hanya berdua di negeri orang dan itu akan
membuat ketergantungan dan keterikatan yang lebih mendalam di antara keduanya.
Terlebih lagi Meila, dia pasti akan sangat membutuhkan keberadaan Haryo. Bagi
Meila, usulan itu membuat dadanya bergetar. Berkunjung ke negeri orang dalam
keadaan buta seperti itu pasti akan membangkitkan beragam rasa. Haryo
meyakinkan Meila bahwa ia akan membimbing Meila saat umroh nanti. Haryo akan
mengambil cuti tahunannya bulan depan untuk berangkat umroh.
Haryo kembali menjalankan tugas
pekerjaannya, ia seorang antropolog yang ditugaskan di daerah hutan
rimba di pedalaman Jambi, tepatnya suku Kubu, dia bekerja di bagian
perlindungan hutan. Haryo memiliki sahabat bernama Peniti Laro. Mereka sudah
bersahabat 5 tahun. Sampai suatu kejadian tragis menimpa Peniti Laro dan menyebabkan Peniti Laro mati terbunuh oleh penebang liar karena ditusuk
pisau. Peniti Laro berjuang untuk mencegah penebangan liar tersebut tapi
berujung kematian. Kemudian Ayah Peniti Laro memberikan bola mata Peniti Laro untuk di donorkan pada Meila, yaitu istri Haryo.
Peniti Laro pernah berkata pada Ayahnya bahwa dia ingin menghadiahi bola
matanya untuk istri Haryo jika ia meninggal nanti. Akhirnya Haryo menjemput
Meila untuk pergi ke Jambi untuk melangsungkan operasi mata. Haryo sangat
senang bahwa istrinya akan bisa melihat seperti orang normal. Namun ia juga
sangat sedih karena harus kehilangan sahabatnya. Haryo menganggap mungkin
ini sudah jalan Allah yang diberikan
pada istrinya walaupun ia harus kehilangan sahabatnya. Setelah operasi mata Meila berhasil, Meila begitu terkejut melihat sosok
Haryo yang begitu tampan, bahkan lebih tampan dari yang ia bayangkan. Ia sangat
bersyukur atas semua kebahagiaan yang diberikan Allah.
Haryo menyesali dirinya
sendiri atas kepergian Peniti Laro. Ia selalu membayangkan seandainya saat itu
ia ada di sisi Peniti Laro, tentu kejadian pembunuhan itu tidak akan menimpa
sahabat karibnya. Kemudian, pikirannya itu mengingatkannya pada Meila, istrinya. Apabila ia selalu ada di sisi
Meila, pasti istrinya itu akan selalu aman dalam penjagaannya. Kepergian Peniti
Laro menyadarkan Haryo bahwa ia harus berhenti mengembara dan menetap dirumah
bersama orang yang dicintainya jika ia tak ingin kehilangan lagi. Ia tak bisa membayangkan
apabila yang pergi itu Meila. Meila meminta Haryo untuk menetap di Jakarta.
Permintaan istrinya itu membuat Haryo termenung karena sebenarnya ia juga
menginginkan hal yang sama. Permasalahan yang belum terpecahkan ini membuat
kegelisahan di hati Haryo. Namun, tiba-tiba Haryo mendapat penawaran dari Ari
untuk bekerja di Jakarta. Pekerjaan itu masih satu lembaga dengan kantor Haryo,
hanya divisinya saja yang berbeda. Haryo dengan senang hati menerima pekerjaan
itu dan segera mengurus administrasi kepindahannya. Selama urusan administrasi
masih diproses oleh kantornya, Haryo meminta cuti sepuluh hari untuk
melaksanakan ibadah umroh bersama istrinya.
Tibalah saatnya Meila dan
Haryo berangkat ke tanah suci. Suara isakan Meisya menyesakkan hati Meila dan
membuatnya ikut meneteskan air mata. Ini pertama kali mereka akan berpisah
lama. Sejak kecil, mereka tumbuh bersama dan selalu melakukan kegiatan apapun
berdua. Haryo dan Meila segera meninggalkan rumah. Ibunda Meila dan Meisya
memang tidak ikut mengantarkan mereka ke bandara karena Haryo tak ingin
merepotkan keluarga istrinya itu. Sedangkan ditempat lain, Mama dan Papa Haryo
dengan kendaraan pribadi mereka tengah siap-siap pula menuju bandara. Tentu
dengan tujuan ingin melepas pengantin baru itu menyongsong bulan madu.
Tiba ditanah suci, bibir Meila
dan Haryo berdecak kagum. Meila tak henti berkedip, meyakinkan diri apakah
semua yang disaksikannya itu nyata, bukan mimpi. Belum pernah mereka melihat
masjid semegah dan sebesar ini, wajar jika mereka terus mengaguminya.
Ada peristiwa tak terduga yang
dialami Meila kali ini. Meila yang sedang memakan sepotong kue kering ala Arab
tersebut dicolek pundaknya oleh seorang lelaki Arab. Betapa kagetnya perempuan
itu ketika melihat lelaki Arab tinggi besar berdiri teepat dihadapannya. Dia
terlihat tersenyum lebar. “Ya, Siti Rahmah, cantik sekali.” Sapanya sambil
menyodorkan sepasang kalung mutiara. Meila mennggeleng karena dia sudah
memilikinya. Sampai akhirnya, kedua tangan lelaki tinggi besar itu menarik ujung
lengan gamisnya. Spontan perempuan itu kaget dengan kelancangan lelaki yang
berusia sekitar 40 tahunan itu. Dengan sigap Haryo bergerak mendekati istrinya.
Dipeluknya erat bahu mungil itu. Meila menghembuskan napas lega. Hatinya begitu
terharu dengan perlakuan sang suami yang begitu sigap menjaga dirinya. Sebutan
Siti Rahmah artinya adalah istri Nabi Ayub yang sangat setia dan tekun merawah
suaminya ketika ditimpa penyakit kulit akut. Sapaan dengan menyebut Siti Rahmah
bisa diartikan sebagai sapaan menggoda yang masih berisi unsur penghormatan
pada sang perempuan. Perempuan yang dianggap suci alias baik dan terpelihara.
Meila menggangguk kuat, bibirnya tersenyum tipis, puas dengan penjelasan yang
dituturkan oleh kepala rombongan mereka.
Saat menjalankan umroh, Haryo selalu melindungi
istrinya dari gangguan orang jahat setempat yang menggoda istrinya. Kemudian
Haryo dan Meila naik unta dengan berhiaskan bunga- bunga cantik di Jabal
Rahmah. Mereka sangat mesra dan mulai timbullah rasa cinta Meila kepada Haryo
karena perhatian yang tulus dari sang suaminya. Di Jabal Rahmah cinta di hati
sepasang pengantin baru ini semakin kuat. Saat di Jabal Rahmah mereka
memanjatkan doa untuk keluarga yang ada di Jakarta. Jabal Rahmah merupakan
tempat pertemuan Adam dan Siti Hawa. Banyak orang yang berdoa di Jabal Rahmah
ini untuk soal jodoh. Haryo berdoa agar hati Meila ditautkan oleh Allah sampai
menutup mata kelak. Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan
sang Mahacinta.
Saat umroh, Haryo dan Meila mempunyai kenalan satu
rombongan yang bernama Hasbi. Pria
tersebut adalah seorang dosen agama, dan belum menikah. Meila bermaksud
mengenali latar belakang dan kepribadian Hasbi untuk dijodohkan dengan
kakaknya, yaitu Meisya. Menurut Meila, Hasbi adalah pria yang baik untuk
Meisya. Namun Meila ragu apakah Hasbi mau menerima keadaan Meisya yang lumpuh.
Tapi keraguan itu ditepisnya bahwa Hasbi bukan pria yang hanya menilai wanita
dari fisiknya karna Hasbi adalah pria yang shaleh. Haryo dan Meila mengundang
Hasbi datang kerumah mereka setelah pulang umroh .
Jakarta yang menabur
kerinduan, setidaknya itulah yang dirasakan Meila dan Haryo kini. Mereka sudah
tidak sabar ingin bertemu muka dengan orang-orang terkasih di Jakarta. Mereka
akan segera mengudara selama 8 jam.
“Mas, aku ingin ada sesuatu
yang tetap melekat dalam diriku selama perjalanan umroh kemarin yang akan terus
kubawa sampai mati” desis Meila tiba-tiba. “Apa yang kamu mau Meila?” sahut
Haryo. “Entahlah, kalau benda bisa saja rusak atau hilang di Jakarta. Namun,
aku tetap berterima kasih padamu telah menghadiahkan aku kalung mutiara, baju,
dan souvenir lainnya khas tanah suci. Tetapi yang kali ini apa ya?” urai Meila
sambil menggenggam kuat telapak tangan suami yang kini murni dicintainya.
“Bagaimana kalau sebuah nama? Dia tak akan pernah rusak dan tak akan pernah
hilang. Akan terus melekat walau jasad sudah berkalang tanah.” Jawab Haryo.
Meila setuju dengan ide Haryo untuk memberikan nama tambahan pada Meila.
Semenjak mualaf, Meila tidak memiliki nama islam. Haryo memberikan nama Siti
Rahmah pada Meila karena kejadian yang terjadi saat umroh. Meila mengangguk
kuat. Hatinya senang sekaligus puas menemukan apa yang dicarinya dan akan
menjadikan kenang-kenangan terindah dari perjalanan suci mereka berdua.
Tepat pukul 11 pagi waktu
Jakarta, Haryo dan Meila tiba dirumahnya. Ibu Meila dan Meisya telah menyiapkan
camilan dan makan siang untuk mereka. Terdengar suara-suara saling bersahutan
memenuhi ruangan. Suara-suara itu berisi cerita tentang perjalanan umroh Meila
dan Haryo. Meila sudah sangat ingin bercerita tentang Hasbi pada Meisya, tetapi
ditahannya. Dia khawatir Hasbi tak akan dating lusa atau tak akan datang
selamanya, sementara dia sudah menabur harap di hati kakak tercintanya itu.
Hanya satu yang kemudian membangkitkan gelora jiwa Meila dan ia ingin segera
menyampaikan kepada seluruh keluarga besar itu, yaitu tentang pergantian nama
muslimahnya. Namun, niatnya itu justru keduluan oleh suaminya. Ya, dari muluut
Haryo pengumuman itu sudah tersampaikan. Semua menyambut dengan suka-cita.
Apalagi, ketika tahu sejarah lahirnya nama itu, wajah-wajah bahagia kian
bercahaya, kecuali Meisya yang sedikit meredup. Bukan karena tak suka cerita
Meila tentang pergantian namanya, melainkan hatinya yang merasa iri pada
perjalanan hidup yang telah dilalui oleh adiknya.
Dua minggu kemudian datanglah Hasbi menepati undangan
silaturahmi Haryo dan Meila. Lalu, Meila segera meluncur
ke kamar Meisya meminta sang kakak ikut dirinya keluar. Meisya yang sedang
asyik membaca sebuah novel religi sedikit kaget dengan sikap sang adik. Meila
tak mau menjelaskan siapa tamu yang dating dan justru melontarkan kalimat yang
membuat Meisya semakin penasaran. “Sudahlah kakak ikut saja denganku ke depan,
anggap saja ini kado istimewaku dari umroh. Sekarang kakak berdandan yang rapi,
ya. Aku akan ke dapur membuatkan teh untuk tamuku itu,” putus Meila sebelum
hilang dari balik kamar Meisya. Ibunda Meila segera mengintip ke ruang tamu.
Mendadak segaris senyum membayang di raut tua itu, mengerti apa yang tengah
terjadi. “Namanya Hasbi, Bu. Dia teman kami sewaktu umroh. Semoga cocok dengan
kakak dan semoga saja berjodoh”, bisik Meila kepada ibunya. Mata tua itu
terlihat berkaca-kaca, jelas sekali keharuan penuh kebahagiaan terpancar
disana.
Kemudian Meisya
dikenalkan pada Hasbi. Lalu Meisya dan Hasbi menghabiskan waktu berbincang
untuk mengenal satu sama lain dan akhirnya mereka merasa cocok. Meisya sudah bisa menebak bahwa kado istimewa yang dimaksudkan Meila adalah
Hasbi. Setelah Hasbi pulang dari rumah Meila, kemudian Meisya bercerita bahwa
ia juga diberikan nama Islam yang indah, yaitu Siti Fatimah. Nama tersebut
adalah nama anak Rasulullah. Meisya sangat menyukainya.
Tibalah saatnya Meisya dinikahi oleh Hasbi. Meila
merasa sangat senang karena kakaknya kini tidak kesepian lagi, dan kakaknya
sudah bisa berjalan dengan menggunakan kaki palsu yang dibelikan Hasbi.
Kemudian Meila, Haryo, Meisya, dan Hasbi berangkat umroh berempat yang telah
direncanakan mereka jika Meisya sudah menikah. Sekaligus Haryo dan Meila
mengulang cerita indah saat mereka umroh pertama kali. Wajah Haryo, Meila, Hasbi, dan Meisya berbinar. Terutama Meisya, mata itu
tak kunjung berkedip menatapi bukit batu di hadapannya. Bukit yang baru pertama
kali ia saksikan. Ya, mereka berempat kini tengah tegak di hadapan Jabal
Rahmah, sambil kedua tangan masing-masing terangkat ke atas dengan wajah
tengadah, memanjatkan doa. Tentunya doa untuk kekokohan rumah tangga mereka.
Sementara di tanah air, sang
ibu juga tengah memperkokoh hubungan silaturahmi dengan para besannya. Ya,
beliau mewujudkan rencananya menginap dirumah Mama Haryo dan mengajak Ummi
Hasbi ikut berkumpul. Beliau tidak ingin mengganggu kegembiraan para anak dan
menantunya ketika menyemaikan cinta mereka.
“Semoga pulang dari sana, anak
atau menantu kita hamil semua ya,” suara Mama Haryo menciptakan gelak tawa,
saat suasana akrab tersebut beranjak dari pembicaraan masa muda mereka ke kisah
anak dan menantu mereka. Ibunda Meila dan Ummi Hasbi mengangguk sambil
tersenyum.
Begitulah akhir
kisah yang bahagia setelah semua musibah yang telah menimpa mereka. Mereka
mendapatkan kebahagiaan yang seutuhnya sebagaimana gadis normal lainnya.
3 komentar:
Skenario nya siapa ya.maaf??
Izin saya jadikan resensi ya kak .. terimakasih (^_^)
Makasih
Posting Komentar